Jumat, 23 Oktober 2009

Hak Anak di Sekolah Dasar

Berikut akan dibahas mengenai hak anak di Sekolah Dasar. Disini diharapkan seorang guru dapat lebih memahami jenis-jenis hak anak dan butir-butir konvensi anak mana saja yang berhubungan dengan pendidikan. Serta lebih menyadari apa yang sebetulnya menjadi hak anak dan pendidikan seperti apa yang berkaitan dengan hak anak, serta lebih menyadari akan lingkungan pendidikan seperti apa yang diperlukan oleh anak. Dengan memahami hak-hak anak, diharapkan guru memiliki landasan dan panduan yang tepat dalam mengelola dan membimbing anak SD
Saat ini tanpa kita sadari banyak sekali terjadi pelanggaran hak anak, padahal sudah lebih 10 tahun pemerintah Indonesia mengesahkan Konvensi PBB tentang hak anak melalui Keputusan Presiden no. 36 tahun 1990 (Tunggal, 2000). Berbagai pelanggaran terhadap hak anak muncul di lingkungan kita, seperti anak korban konflik, kekerasan melalui tindakan pembunuhan, kekerasan seksual, dan lain-lain. Hal ini berkaitan dengan faktor penyebab pelanggaran hak anak tersebut, salah satunya berkaitan dengan pembahasan kali ini yaitu bahwa sistem pendidikan nasional kita belum mengadopsi nilai-nilai konvensi hak anak.
Hak anak dalam bidang pendidikan dapat dijumpai pada pasal 28 dan 29 dari konvensi hak anak. Selain itu pasal 31 dan 32 UUD’45 banyak mengupas mengenai pendidikan. Pasal 31 merupakan landasan dari Pendidikan Nasional yang berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa sistem pendidikan nasional diselenggarakan melalui 2 jalur, yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar mengajar secara berkesinambungan. Yang termasuk dalam jalur pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Tujuan dari pendidikan dasar adalah memberikan bekal kemampuan dasar kepada anak untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia, serta mempersiapkan anak untuk mengikuti pendidikan menengah. Yang dimaksud dengan kemampuan dasar disini adalah baca – tulis – hitung; selain itu pendidikan di SD juga memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi anak sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Salah satu kendala yang muncul adalah dalam pelaksanaan hak anak, khususnya pendidikan dasar secara cuma-cuma bagi semua anak belum dilaksanakan sepenuhnya di negara kita. Mengapa demikian? Banyak faktor yang menyebabkan Negara Indonesia belum dapat menjamin pendidikan dasar secara menyeluruh dan cuma-cuma, yaitu diantaranya tingkat pendapatan Negara yang masih rendah yang membuat pemerintah mengalami kesulitan mengalokasikan dana untuk pendidikan yang layak. Kendala lainnya yang berhubungan dengan pelaksanaan hak anak adalah dalam kegiatan kurikuler yang masih perlu disempurnakan. Hal ini diketahui dari banyaknya keluhan bahwa beban kurikulum terlalu berat bagi anak didik dilihat dari segi muatan kurikuler maupun dari segi beban mata pelajaran yang terlalu banyak, serta jumlah buku dan kualitas tenaga pengajar. Oleh karena itu maka pelaksanaan hak anak dalam kegiatan kurikuler belum terlaksana secara tuntas.
Sesungguhnya, apabila dilihat dari segi isi, kurikulum pendidikan SD mengandung substansi muatan local yang berpotensi besar dalam mengimplementasikan hak anak dalam kegiatan kurikuler. Muatan lokal berfungsi memberikan peluang untuk mengembangkan kemampuan anak yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan. Muatan lokal dapat berupa bahasa daerah, bahasa Inggris, kesenian daerah, dan pengetahuan tentang berbagai ciri khas lingkungan alam sekitar, serta hal-hal lain yang dianggap perlu oleh sekolah atau daerah yang bersangkutan (dalam kurikulum Pendidikan Dasar, 1993). Dengan demikian, modal dasar untuk memenuhi hak anak dalam segi isi kurikuler dapat disesuaikan dengan daerah masing-masing dan dapat dengan mudah dikembangkan guru karena sesuai dengan kebiasaan dan budaya daerah masiing-masing.
Jika ditinjau lebih jauh dari pasal-pasal Konvensi Hak Anak yang berkaitan dengan pendidikan, ternyata Hammarberg (1997) telah mengemukakan pasal dari Konvensi Hak Anak yang juga dapat dijadikan prinsip umum yang menggambarkan lebih jelas tentang pasal 28 & 29, yakni pasal 2, 3, 6, dan 12.
Pasal 2 banyak membahas mengenai kesamaan hak. Kesamaan hak disini maksudnya adalah setiap anak berhak untuk mendapat kesempatan belajar yang sama, termasuk anak-anak yang mengalami hambatan dalam segi kemampuan dan fisik anak (tuna rungu atau tuna netra). Oleh karena itu pembelajaran memerlukan sarana yang memadai.
Pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan Hammarberg seputar kesamaan hak anak dalam bidang pendidikan adalah:
1. Apakah semua anak memperoleh pendidikan tanpa diskriminasi?
2. Apakah kualitas pendidikan yang ada sesuai bagi semua anak di seluruh daerah?
3. Apakah pendidikan dirancang sesuai dengan kebutuhan setiap anak?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut tampaknya perlu ditelusuri lebih jauh agar pemenuhan hak anak dalam bidang pendidikan dapat terlaksana.
Pasal 3 menunjukkan bahwa kepentingan terbaik bagi anak akan merupakan pertimbangan utama. Hal ini dapat dilihat dari kesempatan anak dalam memilih kegiatan ekstra kurikuler.
Pasal 6 berkaitan dengan hak untuk hidup dan jaminan akan kelangsungan hidup dan pengembangan anak baik secara fisik maupun mental, emosional, kognitif, sosial budaya, sebagaimana yang telah tercantum dalam Kurikulum Pendidikan Dasar (1993), bahwa kegiatan belajar mengajar pada dasarnya mengembangkan kemampuan psikis dan fisik serta kemampuan penyesuaian sosial anak secara utuh.
Sehubungan dengan kurikulum yang menjadi beban bagi anak, semakin jelas bahwa kegiatan kurikuler yang ada sekarang justru tidak mengembangkan bakat maupun kemampuan anak secara optimal. Kurikulum yang padat juga dapat menghambat kepribadian anak sehingga banyak anak menjadi stres.
Pasal 12 menunjukkan adanya jaminan bahwa anak dapat membentuk maupun menyatakan pandangannya sendiri secara bebas dalam semua hal yang mempengaruhi anak, dan pandangan anak dipertimbangkan sesuai dengan usia dan kematangannya. Oleh karena itu anak memiliki hak untuk didengar dan menyatakan pendapatnya. Dalam dunia pendidikan kita, anak belum dibiasakan untuk secara bebas mengemukakan pendapatnya, sehingga hal ini dapat mematahkan semangat anak untuk mengemukakan pendapat berdasarkan pemahamannya sendiri. Hal ini sangat penting dalam rangka mempersiapkan anak ke jenjang pendidikan selanjutnya.
Dari apa yang sudah dijelaskan, tampak bahwa pelaksanaan hak anak dalam kegiatan kurikuler belum optimal, sehingga perlu adanya perbaikan kurikulum. Perbaikan kurikulum dengan cara pemutakhiran kurikulum diharapkan dapat menunjang pengembangan pribadi, bakat, dan kemampuan anak secara optimal.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan hak anak:
1.Pendidikan dasar merupakan hal yang wajib diikuti oleh semua anak. Hal ini tidak terlaksana disebabkan oleh sikap orang tua yang tidak menghargai arti pendidikan atau karena alasan ekonomi dan lain-lain.
Berkaitan dengan kegiatan kurikuler, alasan yang tepat megnapa anak tidak mencicipi pendidikan dasar adalah kualitas pendidikan tidak tepat atau buruk.
2.Adanya kesempatan yang sama bagi semua anak untuk bersekolah atau mengikuti pendidikan. Dengan demikian anak-anak dari lingkungan yang bagaimana pun perlu mendapatkan pendidikan dan pengajaran; misalnya bagi anak jalanan atau yang bekerja, maupun anak yang berada dalam suatu institusi karena masalah kenakalannya, berhak mendapatkan pendidikan. Pendidikan yang dirasakan lebih efektif bagi anak-anak semacam ini adalah pendidikan non formal karena lebih aplikatif dan membantu mereka untuk lebih menyadari akan artinya pendidikan. Contohnya adalah Paket A yang setara dengan SD, Paket B yang setara dengan SLTP, dan Paket C yang setara dengan SLTA.
3.Untuk mengembangkan kepribadian, bakat, mental, dan kemampuan fisik secara optimal, diperlukan kurikulum yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari anak dan apa yang berkaitan dengan mereka, seperti hubungan sosial secara langsung, kebutuhan pangan, kesehatan dan lingkungannya. Anak perlu mengetahui dan memahami apa manfaat ia mempelajari sesuatu, misalnya mengapa anak SD harus mempelajari mengenai kebersihan, persahabatan atau kerja sama di pelajaran PPKn, adab makan di pelajaran Agama, maupun belajar menambah dan mengurangi di pelajaran Matematika.
4.Sekolah perlu mengajarkan kepada anak untuk lebih toleran dan hidup serasi dengan anak atau orang lain dari latar belakang budaya yang berbeda. Hal ini tercermin antara lain dalam pelaajran Agama, PPKn, IPS, Kesenian, maupun Olah Raga.
5.Mengembangkan metode belajar yang lebih berpusat pada anak. Metode belajar yang dirasakan lebih menyenangkan dan efektif bagi anak karena lebih aplikatif atau lebih sesuai dengan penerapan adalah metode “learning by doing”. Metode belajar melalui diskusi, bermain peran, bahkan permainan dirasakan lebih menyenangkan karena dapat merangsang kemampuan berpikir kritis dan kreativitas anak, sehingga anak tidak merasa tertekan. Kegiatan belajar semacam ini perlu diimbangi dengan fasilitas yang memadai, seperti guru yang kreatif, perpustakaan, dan lain-lain.
6.Kebersamaan banyak diperoleh dari lingkungan belajar yang bersifat demokratis. Selayaknya sekolah merupakan daerah yang bebas dari kekerasan yang dianggap sebagai senjata ampuh untuk penanaman disiplin bagi anak, karena memungkinkan anak menjadi takut atau tidak aman ke sekolah.
7.Partisipasi anak. Melalui kegiatan belajar mengajar anak diberi kesempatan untuk mengekspresikan dirinya dan mengemukakan pendapatnya, seperti tanya jawab atau diskusi mengenai suatu topik dari pelajaran tertentu berdasarkan pengalaman pribadi, akan merangsang partisipasi aktif dari anak. Dengan membiasakan mendengar pendapatnya, maka anak juga belajar bagaimana emnghargai pendapat orang lain.
8.Peran guru, orang tua, dan masyarakat.
Disini guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator dan menciptakan suasana yang lebih menghargai pendapat orang lain, serta menciptakan pembelajaran konstruktif, yang berkaitan dengan masyarakat dan lingkungan sekitar. Komunikasi antara pihak orang tua dan sekolah perlu ditingkatkan karena proses belajar pun banyak terjadi di lingkungan rumah. Selain itu lingkungan masyarakat juga berperan terhadap proses belajar anak karena berhubungan dengan apa yang diminati oleh anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar